Inilah waktunya guru dan orang tua belajar,,,di Sekolah Alam
tidak hanya siswa yang belajar namun guru dan orang tuapun belajar. kali ini
kita menghadirkan pakar keluarga dan anak yaitu ust. Faudzil Adzim. Beliau
memaparkan banyak hal tentang bagaimana mendidik anak yang baik.
Saat Berharga untuk Anak Kita
Menjadi
orang tua merupakan anugrah terindah bagi setiap insan. Menjadi orang tua juga
merupakan amanah teristimewa jika kita menyadarinya. Tanpa kita sadari
anak-anak tumbuh cepat dan semakin besar. Hari ini, kita menikmati tawa lucu
mereka. Esok hari, mungkin sebaliknya. Kita kesal menghadapi masa remaja yang
akan mereka lalui kelak. Perjalanan anak manusia menjadi dewasa adalah
keniscayaan. Tak ada yang bisa menghalangi. Kita hanya mampu menyiapkan bekal
agar si buah hati tak tersesat mengarungi kehidupan. Mari kita dekati dan
bimbing mereka mulai sejak dini dengan dengan pendekatan cinta, ketulusan dan
rasa kasih sayang. Kita berikan waktu khusus buat mereka di tiap harinya
sebagai waktu untuk mencurahkan segala rasa kasih sayang kita dan rasa rindu
mereka, jangan sampain kita menyesal jika tanpa kita sadari ia sudah tumbuh
dewasa dengan rasa kasih sayang yang hilang dan bekal yang kurang.
Alangkah
seringnya kita tergelincir. Kita ingin anak kita tumbuh dengan penuh percaya
diri, namun justru kita yang membunuh kepercayan dirinya sejak ia masih
kanak-kanak. Kita ingin anak kita menjadi cerdas dan membanggakan, namun justru
kita mencetaknya menjadi suka memberontak dalam diam. Lalu lingkungan mulai
menyebutnya ”anak nakal”.
Anak adalah anugerah. Lebih dari itu, anak adalah amanah.
Sebagaimana seluruh amanah yang lain, kita pun akan dimintai pertanggungjawaban
dalam membesarkan dan mendidik anak kita. Dengan pendidikan yang tepat, Allah
akan memberikan pahala dan kebaikan pada kita. Bahkan, sebelum kita memasuki
alam barzakh, seringkali kita sebagian dari yang kita tanam itu bisa kita petik
hasilnya. Sebaliknya, saat kita menyia-nyiakan amanah, bukan saja dosa yang
menanti kita. Sering kali pula, kalau tidak boleh disebut selalu, kita pun
menuai kesalahan kita. Dengan hari-hari tua yang kesepian, misalnya. Atau tidak
pernah merasa memiliki buah hati kita kecuali mereka menjadi fitnah dunia.
Tampaknya, itulah konsep yang melatari buku Saat Berharga untuk
Anak Kita. Karenanya Muhammad Fauzil Adhim memberikan judul bagian I
buku ini dengan kalimat: Semuanya Bermula dari Niat. Dengan mengingatkan bahwa
kita akan ditanya. Ditanya tentang tanggung jawab kita. Ditanya tentang apa
yang kita lakukan terhadap anak kita. Maka bagi suami yang selama ini merasa
semua bab dalam mendidik anak adalah tanggungjawab istri, hendaklah ia
mengingat bahwa ia akan ditanya.
Di sini niat menjadi amat penting dan menentukan. Saat
kita mendidik anak hanya sekedar untuk menjadi kebanggaan: ”Anak saya pintar”,
”Anak saya hebat”, ”Anak saya berprestasi”, ”Penurut”, dan sebagainya. Jika
hanya karena kebanggaan, alangkah sia-sianya dihadapan Allah Azza wa Jalla.
Atau kita menyayangi anak-anak kita supaya mereka nanti menyayangi kita, di
hari tua. Hanya itu. Tidak ada orientasi akhirat. Tidak ada kesadaran bahwa ia
adalah amanah Allah dan karenanya kita tunaikan amanah itu sebaik-baiknya. Jika
hanya dunia begitu orientasi kita, hari tua atau semacamnya, kita pun akan
merugi di akhirat nanti.
Membangun Jiwa Anak
Kepercayaan orangtua mempengaruhi pertumbuhan mental dan
kepribadian anak. Banyak keunggulan intelektual dan sosial yang sangat
dipengaruhi oleh kepercayaan yang diterima anak. Dan ini ditentukan oleh
orangtua.
Karenanya sejak dalam kandungan seorang ibu harus memiliki ikatan
yang kuat terhadap bayinya. Lalu saat lahir, dengan menyuarakan kalimat
thayyibah atau talqin adalah bentuk penguatan, pembentukan kepercayaan, serta
rasa aman yang positif buat bayi. Dengan digendong penuh kasih, disusi penuh
cinta, dan dirawat dengan rasa sayang, si kecil akan tumbuh dengan kepercayaan
diri yang baik. Berawal dari rasa aman yang dimilikinya.
Kemesraan hubungan orangtua dengan anak, akan menumbuhkan
keberanian anak untuk mencoba hal-hal baru. Mengeksplorasi keingintahuannya,
mengasah kecerdasannya, dan mengembangkan kemampuannya. Ia akan lebih mudah
menghadapi hal-hal baru, mengungkapkan gagasan dan perasaannya, serta
menghadapi masalah dengan caranya yang baru.
Penerimaan terhadap anak juga sangat mempengaruhi pembentukan
mental anak. Dengan melihat dan mensyukuri kelebihan anak, meskipun sedikit,
anak akan tumbuh menjadi lebih istimewa. Maafkanlah kekurangannya, atau yang
menyulitkannya. Dan jangan membebani anak baik dengan menyampaikan keluhan
padanya, atau membandingkannya dengan anak-anak lainnya.
Inti dari membangun jiwa anak sebenarnya adalah menata hati
orangtua. Bukan anak yang harus memahami orangtua tetapi orangtualah yang perlu
memahami anaknya. Maka, menghadirkan keikhlasan, mencurahkan kasih sayang, dan
mendoakannya setiap malam akan lebih berpengaruh kepada jiwa anak dari sekedar
mempraktekkan teknik-teknik parenting di sisi ”luar”.
Mendidik dengan Kasih Sayang, Menghukum dengan Kasih Sayang
Kita telah sering mendengar dan mencoba mempraktikkan mendidik
dengan kasih sayang. Namun mungkin kita belum akrab dengan istilah ”menghukum
dengan kasih sayang”. Di sela-sela praktik kita mendidik anak dengan kasih
sayang, kadang tanpa sadar kita memarahi mereka. Dengan serangan bertubi-tubi,
keras, penuh ancaman dan reaktif. Ini justru akan membuat anak belajar
mengenali bagaimana cara membuat orantua marah.
Dicontohkan oleh Fauzil Adhim, bagaimana ketika harus menghukum
anak, cara Nabi. Husein, cucu Nabi yang masih kecil ketika itu, mengambil
sebiji kurma sedekah. Ia masukkan ke dalam mulutnya. Begitu mengetahui, Nabi
SAW segera mengeluarkan kurma itu sendiri dari mulut cucunya. Haram bagi
keluarga Nabi makan sedekah. Karenanya, Nabi SAW segera bertindak agar tak ada
harta haram yang tertelan oleh cucunya. Begitulah, kasih sayang tidak
menghalangi ketegasan. Namun menghukum anak pun tetap dengan kasih sayang.
Tidak perlu memarahinya secara agresif.
Menghukum dengan kasih sayang mengharuskan kita
memperhatikan beberapa hal: pertama, ajarkan anak konsekuensi, bukan ancaman; kedua,
jangan buat harga dirinya jatuh, namun buat ia menyadari kesalahannya; ketiga,
jangan cela dirinya, cukup perilakunya saja; keempat, jangan katakan ”jangan”.
Mempersiapkan Masa Depan Anak
Orang tua perlu memiliki kesadaran akan ”hari-hari mendatang anak
kita”. Zaman berkembang begitu pesat. Lebih banyak hal tak terduga yang akan
terjadi. Maka, tantangan zaman akan semakin menjadi. Bukan pada aspek materi
semata. Lebih dari itu degradasi moral yang bersumber dari merosotnya keimanan
adalah jauh lebih lebih berbahaya. Ini harus disiapkan. Maka orangtua sejak
dini harus membekali anak-anaknya dengan keimanan dan ketaqwaan.
Ini membutuhkan iman yang kuat dari para orantua. Serta perbaikan
amal-amalnya. Bagaimana mungkin kita mengharapkan anak terbekali dengan
keimanan seperti Ismail sementara kita sama sekali tidak memiliki karakter
Ibrahim. Orangtua adalah teladan. Ia yang harus mencontohkan. Dan doa orangtua
sesungguhnya sangat menentukan anak. Kesuksesan kita hari ini, keimanan kita
hari ini, boleh jadi bukan karena usaha kita namun karena doa orangtua kita.
Dan hal yang sama harus kita berikan pada anak-anak kita.